Rabu, 28 Desember 2011

KISAH IMAM ORANG MISKIN

Prof DR KH Jalaluddin Rakhmat, M.Sc *)

“Hai Ali,” kata Nabi saw kepada salah seorang sahabatnya yang sangat dikasihinya, “orang miskin bangga mempunyai Imam seperti kamu, dan kamu pun bangga menjadi Imam mereka.” Kelak Ali menjadi khalifah Islam yang keempat, menggantikan Utsman. Ia membuat kebijakan-kebijakan yang membela orang miskin dan memotong tangan-tangan para kapitalis yang menindas. Waktu itu, kapitalis disebut sebagai saudagar. Ingin tahu bagaimana khalifah yang adil itu dalam kehidupan sehari-harinya? Simak laporan seorang anak muda yang hidup pada zamannya dan menjadi ulama besar pada zaman berikutnya.

Namanya Syu’bi. “Pada suatu hari aku melewati Baitul Mal (Kantor Pusat Bulog). Imam Ali tengah mengawasi distribusi kekayaan negara. Aku melihat para budak hitam dalam satu barisan bersama para saudagar. Mereka mendapatkan bagian yang sama. Dalam waktu sekejap, tumpukan mata uang emas dan perak habis terbagi. Khazanah negara pun kosong. Imam Ali berdoa dan meninggalkan kantor itu dengan tangan hampa. Ia telah memberikan bagiannya kepada seorang perempuan tua yang mengadu karena bagiannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya.” Jangan pikir bahwa karena Syu’bi mengatakan bahwa para saudagar dan budak mendapatkan bagian yang sama, Anda kira Imam tidak adil. Para saudagar itu mendapat jatah yang sama setelah sebagian harta mereka diambil oleh negara. Karena itu, para saudagar membentuk persekongkolan rahasia untuk menjatuhkan Ali. Bersama para pemimpin kabilah, mereka menjauh dari Ali. Utsman bin Hanif, salah seorang sahabat dekatnya, memberikan nasehat kepada Khalifah: “Anda telah berhasil melaksanakan tugas-tugas Anda, mulai dari mekanisme distribusi keuangan publik secara adil, menyama-ratakan bagian bagi para pejabat pemerintah dan rakyat jelata, mengangkat status orang hitam dan Persia sehingga setingkat dengan orang Arab, memberikan bagian sama besar antara budak dengan tuannya, menghapuskan hak-hak istimewa bagi para pejabat pemerintah, dan terakhir menghapus pemberian fasilitas dan tunjangan khusus bagi pejabat. Semuanya itu telah mendatangkan kerugian bagi Anda. Lihatlah, inilah yang menjadi sebab menjauhnya para tokoh dan sudagar Arab dari Anda. Mereka memilih untuk mendekati Muawiyah. Apa gunanya orang-orang miskin, orang-orang cacat, janda-janda tua, dan budak-budak hitam itu bagi Anda? Apakah mereka mampu membela dan melayani Anda?”

Mungkin di zaman sekarang ini, Utsman bin Hanif boleh kita sebut sebagai penasehat khusus Presiden. Dengarkan jawab Sang Khalifah: “Tidak akan aku biarkan para tokoh yang berpengaruh dan saudagar kaya raya mengeksploitasi umat Islam. Aku sangat membenci sistem distribusi uang negara yang tidak adil. Aku tidak akan pernah membiarkan hal seperti ini. Kekayaan ini milik rakyat, berasal dari rakyat, dan diperuntukkan bagi rakyat. Bukan para saudagar dan tokoh yang membuat kekayaan ini. Mereka hanya menjarahnya dari rakyat, mengkorupsi uang pajak dan lain-lainnya. Jumlah pajak yang mereka korupsi jauh lebih banyak daripada yang mereka kembalikan kepada negara. Mereka menyelewengkan dana pajak itu untuk kepentingan pribadi mereka. Perilaku mereka yang korup dan suka menyelewengkan keuangan negara itulah yang menjadi keprihatinanku selama ini. Aku malah gembira jika mereka menjauhiku. Aku tidak mengharapkan pengabdian orang-orang cacat dan orang-orang miskin. Aku mengerti sepenuhnya mereka tidak mampu mengabdi kepadaku. Ketahuilah, aku hanya ingin menolong mereka, karena mereka tidak mampu menolong diri mereka sendiri. Mereka juga manusia sama seperti kamu dan aku. Semoga Allah memberikan kekuatan bagiku untuk menjalankan semua tugas ini.” (Dikutip dengan beberapa perubahan redaksional dari Gold Profile of Imam Ali).

Tuhan memang menganugrahkan kekuatan dan ketabahan pada Imam Ali. Ia bangga memihak rakyat miskin. Ia tidak peduli pada “politicking” yang dilakukan orang-orang kaya. Keadilan harus ditegakkan walaupun langit harus runtuh. Keadilan harus menjadi sistem pemerintahannya, walaupun ia akhirnya terbunuh. Sebagaimana Rasulullah, kaum muslim menyebutnya Imamul Masâkin. George Jordac, penulis dari kaum Kristiani, menyebutnya Shawtul ‘Adâlatil Insâniyyah, Suara Keadilan Insani. Ada orang yang mengkritik Ali sebagai politisi yang gagal. Musuh-musuhnya bertambah. Kawan-kawannya mengkhianatinya. Ia gagal mempertahankan kekuasaannya.

Missi Ali bukan untuk merebut dan menegakkan kekuasaan. Tidak ada satu pun ayat Al-Quran dan hadis Nabi yang memerintahkan umat Islam untuk merebut kekuasaan. Al-Quran berpesan, “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu para penegak keadilan, sebagai saksi-saksi untuk Tuhan, walaupun bertentangan dengan kepentingan dirimu, atau orang tuamu, atau karib kerabatmu. Dan jika ia pun kaya ataupun miskin; karena Allah lebih baik dalam melindungi mereka. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu sehingga tidak berbuat adil.” (QS. 4:135).

Khalifah Ali kita tampilkan untuk mengingatkan para pemimpin dan pejabat di negeri ini yang berlomba untuk menerbitkan kebijakan yang memotong urat nadi nafkah orang banyak; buat para saudagar yang bekerja sama dengan para pejabat untuk mengeruk keuntungan dari keringat dan darah rakyat kecil; buat para pembuat hukum yang membuat peraturan yang melarang orang berderma atau berdagang di pinggir jalan; juga buat para hakim yang mengusulkan fasilitas dan tunjangan tambahan puluhan bahkan ratusan juta. Duhai, jika sekiranya Ali atau orang seperti Ali menjadi pemimpin negeri ini!

*) Ketua Dewan Syura IJABI

Selasa, 13 Desember 2011

Al-Sajjad, Penerus Misi Asyura

Pada hari Asyura tahun 61 hijriah, padang Karbala saat itu menyaksikan peristiwa heroik yang ditampilkan oleh cucu kesayangan Rasulullah Saw, Imam Husein as dan para sahabatnya yang setia. Pada saat yang sama, Imam Ali Zainal Abidin as, putra Imam Husein as, tergeletak sakit di kemah. Kondisi itu membuat Imam Ali Zainal Abidin as tidak dapat bangkit membantu ayahnya dan para pejuang Karbala. Akan tetapi jiwa Imam Ali Zainal Abidin as yang juga dikenal al-Sajjad atau orang yang banyak bersujud, tak dapat ditahan untuk membantu ayahnya, tapi raga sama sekali tak mengizinkan.
 
Kondisi sakit Imam Ali Zainal Abidin pada hari Asyura mengandung hikmah ilahi dan rahasia Tuhan. Setelah peristiwa Asyura, Imam al-Sajjad mengemban tanggung jawab kepemimpinan demi menjaga risalah kenabian Rasulullah Saw.

Rabu, 07 Desember 2011

SURAT PERINTAH MUAWIYAH DAN YAZID UNTUK MEMBUNUH IMAM HUSAIN AS.

Oleh : Mahzab Ahlul'Kisa Ahlul Bait

Putra Paripurna Menuliskan


Berkata Syaikul Islam Ibnu Taimiyah—rahimahullah, “Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan untuk membunuh Al Husain . Hal ini berdasarkan kesepakatan para ahli sejarah. Yazid hanya memerintahkan kepada Ibnu Ziyad untuk mencegah Al Hasan menjadi penguasa negeri Iraq.” Ketika kabar tentang terbunuhnya Al Husain sampai kepada Yazid, maka nampak terlihat kesedihan di wajahnya dan suara tangisan pun memenuhi rumahnya. Kaum wanita rombongan Al Husain yang ditawan oleh pasukan Ibnu Ziyad pun diperlakukan secara hormat oleh Yazid hingga mereka dipulangkan ke negeri asal mereka. Dalam buku-buku Syiah, mereka mengangkat riwayat-riwayat yang menyebutkan bahwa wanita-wanita Ahlul Bait yang tertawan diperlakukan secara tidak terhormat. Mereka dibuang ke negeri Syam dan dihinakan di sana sebagai bentuk celaan kepada mereka. Semua ini adalah riwayat yang batil dan dusta. Justru sebaliknya, Bani Umayyah memuliakan Bani Hasyim.Disebutkan pula bahwa kepala Al Husain dihadapkan kepada Yazid. Tapi riwayat ini pun tidak benar, karena kepala Al Husain masih berada di sisi Ubaidillah bin Ziyad di Kufah.

Senin, 05 Desember 2011

Peristiwa Asyura, Kemasan Lain Kebatilan Melawan Kebenaran

Oleh: Emi Nur Hayati Ma'sum Sai'd

Asyura adalah hari, dimana alam menangis atas pembantaian pasukan durjana Yazid bin Muawiyah yang dilakukan terhadap keluarga Rasulullah Saw. Islam saat itu baru mencapai usia 60-an tahun, tapi sebagian muslimin sudah kabur matanya tidak bisa membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Mereka tergiur oleh iming-iming harta dan kedudukan. Mereka nekat membantai cucunda Rasulullah Saw al-Husein as yang di masa kecilnya senantiasa diciumi lehernya oleh kakeknya Rasulullah Saw.

Peristiwa karbala semakin hari semakin semarak diperingati oleh muslimin pecinta keluarga Nabi Muhammad Saw di seluruh penjuru dunia. Ini menunjukkan bahwa pesan karbala tidak mengenal batas teritorial. Pesan karbala untuk semua umat manusia yang merdeka. Pesan karbala untuk semua umat manusia yang menghargai kemanusiaan dan kebebasan beragama.

JEJAK-JEJAK PAHLAWAN KARBALA

Hurr bin Yazid Al-Riyahi

Kebebasan berada pada saat manusia menghormati dan memuliakan dirinya serta tidak menyerahkan dirinya kehinaan dan kenistaan jiwanya dalam tawanan dunia. Dalam kerumitan kehidupan terkadang muncul satu peristiwa yang membuat manusia rela menjadi hina dan nista demi meraih tujuan-tujuan dunia. Namun ada manusia bebas yang tidak akan pernah membiarkan dirinya terhina dengan tebusan apapun. Satu dari contoh manusia semacam ini adalah Imam Husein as. Dalam salah satu ucapannya Imam Husein as berkata, "Kematian dengan kemuliaan lebih mulia daripada kehidupan penuh kehinaan." (Bihar al-Anwar, jilid 44, hal 196)

Kebangkitan Asyura merupakan manifestasi kebebasan Imam Husein as dan para sahabatnya. Dalam Islam kebebasan merupakan nilai. Kebebasan dan berkehendak berkelindan erat dengan wujud manusia. Masalah ini menjadi sarana paling baik bagi pertumbuhan dan kesempurnaan sehingga mencapai derajat spiritual yang tinggi. Imam Ali as dalam wasiatnya kepada anaknya mengatakan, "Wahai anakku, Setiap apa yang engkau berikan dan jual dapat diberi harga, tapi ada satu yang tidak dapati dinilai dengan materi. Bila engkau menjual jiwamu, maka tidak akan dapat dihargai dengan seluruh dunia."

Sabtu, 03 Desember 2011

JEJAK-JEJAK PAHLAWAN KARBALA

 Ali Ashgar

 
Salah satu poin yang paling penting dalam gerakan kebangkitan Imam Husein dan pengikutnya di karbala adalah spirit syahadah. Pengikut Imam Husein satu-persatu terutama di malam Asyura menyatakan kesetiaannya mendukung perjuangan Imam Husein dalam menjemput kesyahidan. Semua itu menunjukkan bahwa kesyahidan di jalan Allah adalah cita-cita yang menghunjam dalam diri mereka. Imam Husein dan pengikutnya melepaskan ketergantungan dunia dengan memilih kehidupan abadi di jalan ilahi.

Allah Swt dalam berbagai ayat al-Quran mengingatkan mengenai keutamaan syahadah. Misalnya dalam surat at-taubah ayat 111, Allah berfirman "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar."

JEJAK-JEJAK PAHLAWAN KARBALA

Abul Fadhl Abbas

Kebangkitan Imam Husein as di hari Asyura pada tahun 61 Hq memuat pengertian-pengertian akan nilai, keyakinan dan realita dalam bentuknya yang paling tinggi. Kebangkitan Imam Husein as menggambarkan peta jalan yang mampu membawa manusia ke puncak kemuliaan di dunia dan di akhirat. Salah satu nilai yang ditampilkan dalam bentuknya yang paling indah di Karbala adalah pengorbanan. Karbala mampu mendemonstrasikan bentuk pengorbanan dalam bentuknya yang paling indah, dimana seseorang menepis segala bentuk kecenderungan pribadinya demi cita-cita yang agung.

Dalam tradisi kekesatriaan, membuang segala bentuk kecenderungan pribadi disebut sebagai pengorbanan. Seseorang yang mengorbankan dirinya dalam budaya Islam adalah orang yang siap untuk mengorbankan dirinya bagi agama Allah. Ia akan mengenyahkan segala keinginan pribadinya demi kerelaan Allah Swt. Allah dalam al-Quran surat al-Hasyr ayat 9 saat menggambarkan pengorbanan warga Madinah di masa Nabi menerima muhajirin Mekah berfirman:

JEJAK-JEJAK PAHLAWAN KARBALA

Ali Akbar

Karbala menjadi arena ujian bagi orang-orang yang sabar dan bertakwa. Imam Husein sejak awal menyerukan kepada pengikut dan keluarga untuk bersabar dan bertawakal. Ketika keluar dari Mekah, dalam khutbahnya beliau berkata, "Kami rela atas Ridha Allah dan bersabar menghadapi musibah yang menimpa. Ya Allah, anugerahilah kami kesabaran."

Di salah satu peristirahatan di tengah perjalanan menuju Karbala Imam Husein berkata, "Wahai manusia, siapa di antara kalian yang berani menerima sabetan pedang dan luka akibat tebasan ikutlah bersamaku, jika tidak maka kalian kembalilah."

Di malam Asyura, Imam Husein kepada saudarinya Sayidah Zainab dan para wanita berkata, "Musuh ini tidak memiliki tujuan lain selain membunuhku. Namun aku menasehatkan kepada kalian supaya bertakwa kepada Allah, dan bersabar dari musibah ini."

JEJAK-JEJAK PAHLAWAN KARBALA

Qasim bin Hasan

Satu dari keistimewaan para sahabat Imam Husein as adalah kecintaan luar biasa mereka kepada beliau. Mereka punya keyakinan kuat akan kebenaran Imam Husein as dan jalan yang ditempuhnya. Mereka bak laron yang terbang berputar-putar mengelilingi lilin keberadaan Imam Husein as. Segala kecintaan ini ditunjukkan mereka hingga menjadi sebuah semangat dan loyalitas luar biasa kepada Imam Husein as. Bahkan boleh dikata, kecintaan mereka kepada Imam Husein as telah melampaui batas cinta biasa.
 
Oleh karenanya, mereka siap mengorbankan jiwa dan hartanya untuk membantu dan menolong Imam Husein as. Bahkan ketika Imam Husein as memberikan kebebasan kepada mereka untuk memilih kembali ke rumah dan kotanya, tapi mereka menolak meninggalkan beliau seorang diri. Padahal mereka tahu bahwa akhir dari sikap yang mereka pilih ini adalah syahadah. Mereka tidak bersedia berpisah dari Imam Husein, sekalipun nyawa taruhannya. Sebaliknya, Imam Husein as juga mengetahui bahwa jalan yang ditempuhnya penuh dengan masalah. Untuk itu, beliau memutuskan untuk mempersiapkan semangat dan jiwa mereka guna dapat melewati jalan terjal ini.

JEJAK-JEJAK PAHLAWAN KARBALA

Habib bin Mazaher

Datangnya bulan Muharam kembali mengingatkan kita atas peristiwa sadis yang terjadi di Padang Karbala, di mana Imam Husein bin Ali bin Abi Talib, cucu Rasulullah Saw beserta keluarga dan pengikutnya dibantai secara kejam oleh mereka yang mengaku pengikut kakek beliau. Setiap orang yang mengaku pengikut serta pecinta Rasulullah pasti berduka cita atas musibah ini dan dengan berbagai cara mereka berinteraksi dengan Imam Husein serta revolusi yang beliau tegakkan. Hal ini disebabkan karena revolusi yang beliau kobarkan bukan sekedar peperangan. Kebangkitan ini ibarat sebuah kelas yang mengajarkan nilai-nilai moral dan makrifat tertinggi.
Di hari itu, ketika Imam Husein memulai revolusinya, mayoritas penduduk Kufah adalah pecinta Ahlul Bait. Mereka sadar atas ketidaklayakan Yazid bin Muawiyah menduduki kursi khilafah dan mereka juga menyaksikan kebobrokan serta kejahatannya. Di sisi lain, warga Kufah mengetahui dengan jelas kedudukan tinggi Imam Husein as. Namun dari mayoritas penduduk Kufah yang mengaku pecinta Ahlul Bait, hanya sedikit dari mereka yang bangkit membela Imam Husein di Padang Karbala.