Rabu, 26 Desember 2012

MENINGGALKAN PERBEDAAN


Oleh Jalaluddin Rahmat
Kali ini kita akan menempuh perjalanan mencari hikmah, dengan menyusuri jejak-jejak orang bijak sepanjang sejarah. Salah seorang bijak itu adalah Mulla Nasruddin. Sufi yang mengajarkan kebenaran melalui kisah dan lelucon. la menyuruh kita menertawakan diri dengan cerita-cerita lucunya.

Mulla Nasruddin seperti Bahlul di Timur tengah, atau Kabayan di tanah Sunda. Dengan keluguannya, ia wariskan kebijakan dan kearifan. Berikut adalah salah satu kisah Nasruddin yang dikutip dari The Exploits of The Incomparable Nasruddin, buku yang disusun oleh seorang sufi abad akhir, Idries Shah.

Alkisah, para filusuf, ahli ilmu mantiq, dan ahli hukum berkumpul di istana. Mereka bergabung untuk menginterogasi Nasruddin. Perkara Nasruddin telah dianggap sebagai sebuah kasus yang amat serius. Persoalannya adalah; Nasruddin seringkali datang ke berbagai tempat meneriakkan satu khotbah yang sama. Dalam khotbahnya itu, ia menyebut orang-orang berilmu, seperti para filusuf, sebagai mereka yang bodoh, kebingungan, dan tak bisa mengambil keputusan. Tentu saja, ceramah Nasruddin ini dianggap subversif dan mengganggu ketertiban negara.

Selasa, 19 Juni 2012

Perspektif Rahbar Tentang Kenabian Rasulullah SAW (Bi’stah)


Oleh Ahmad Zein Fahruddin·
Hakikat dan Risalah Bi'tsah

Merayakan hari pengutusan Nabi Muhammad SAW ( Bi'tsah Nabi) lebih dari sekedar peringatan untuk sebuah peristiwa besar. Perayaan hari Bi'stah adalah pemaparan pelajaran-pelajaran besar yang tertuang dalam bi'tsah dan kini sangat diperlukan oleh umat manusia, khususnya umat Islam. Umat manusia sekarang terdera oleh dominasi kekuatan-kekuatan Thaghut, kezaliman, diskriminasi, degradasi, dan oleh kesewenang-wenangan kelompok kecil terhadap masyarakat umum. Kehidupan manusia zaman sekarang sedang dipermainkan oleh obsesi-obsesi yang sama sekali tak mengindahkan spiritualitas, dan obsesi ini sangat dominan dalam diri mereka. Manusia zaman ini lebih memerlukan pesan yang terkandung dalam Bi'tsah.

Kamis, 26 April 2012

Perayaan Maulid Nabi dan Kontroversi Ma'na Bid’ah


Oleh: Zarnuzi Ghufron 
Imam Suyuti menjawab peryataan orang yang mengatakan: "Saya tidak tahu bahwa maulid ada asalnya di Kitab dan Sunah" dengan jawaban: "Tidak mengetahui dalil bukan berarti dalil itu tidak ada", peryataannya Imam Suyutiy ini didasarkan karena beliau sendiri dan Ibnu Hajar al-Asqolaniy telah mampu mengeluarkan dalil-dalil maulid dari as-Sunah. (Syekh Ali Jum'ah. Al-Bayanul Qowim, hal.28)

Peryataan bahwa perayaan maulid Nabi adalah amalan bid'ah adalah peryataan sangat tidak tepat, karena bid'ah adalah sesuatu yang baru atau diada-adakan dalam Islam yang tidak ada landasan sama sekali dari dari Al-Qur'an dan as-Sunah. Adapun maulid  walaupun suatu yang baru di dalam Islam akan tetapi memiliki landasan dari Al-Qur'an dan as-Sunah.

Kamis, 19 April 2012

Tanpa Pengorbanan Sayyidah Fatimah, Tidak Ada yang Tersisa dari Islam Ini

"Benih-benih penyimpangan bermunculan sesaat setelah nabi Muhammad Saww wafat, dan penyimpangan terbesar adalah penolakan atas wilayah, dan sayyidah Fatimah as dengan segenap kekuatannya berupaya meluruskan penyimpangan tersebut, seandainya tidak ada pengorbanan dari Sayyidah Fatimah as maka tidak ada yang tinggal dari Islam yang hakiki ini."

Menurut Kantor Berita ABNA, Hujjatul Islam Muhammad Hasan Akhtari, Pimpinan Majma Jahani Ahlul Bait as berkenaan dengan hari syahadah Sayyidah Fatimah as dalam sebuah wawancara menyebutkan, "Wilayah dalam agama Islam dan syariat Nabi memiliki kedudukan yang sangat penting bukan hanya sebagai penghidup agama namun juga sebagai pelanjut risalah kenabian."

Senin, 09 April 2012

Mengapa Kita Harus Mencintai Ahlul Bait Nabi?

Oleh: Ismail Amin*)
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu hai Ahlul Bait, dan mensucikan kamu sesuci-sucinya." (Qs. Al-Ahzab : 33)

"Jika dengan mencintai keluarga Nabi Saw aku disebut Rafidhi (Syiah), maka saksikanlah sesungguhnya aku seorang Rafidhi (Syiah) dan cukuplah shalatku menjadi tidak sah dengan tidak menyertakan shalawat kepada mereka." (Imam Syafi'i ra)

Sebagaimana pernyataan Imam Syafi'i ra di atas, akan timbul berbagai pertanyaan dalam benak kaum muslimin yang mau berpikir tentang kebenaran sebuah keyakinan, siapakah yang dimaksud keluarga Nabi (Ahlul bait) yang hendak disucikan oleh Allah swt? adakah kewajiban untuk mencintai mereka sebagaimana kewajiban mencintai Nabi? mengapa dalam redaksi shalawat kepada Nabi kita harus menyertakan pula shalawat kepada keluarganya? Keistimewaan seperti apa yang dimiliki keluarga Nabi sampai dalam setiap shalat kita harus menyertakan shalawat kepada mereka? Kalau mereka memiliki kedudukan yang agung dan mulia dalam agama ini, namun mengapa kajian tentang keluarga nabi tidak banyak kita dapatkan dalam kehidupan religius kita sehari-hari?

Jumat, 09 Maret 2012

Jagalah Otak Anda

Oleh KH. Jalaluddin Rakhmat

Di sebelah barat Amerika, pada masa Wild West, 13 September 1848. Sebuah kecelakaan bersejarah terjadi. Kecelakaan yang mengubah paradigma dalam kedokteran dan psikologi. Seperti dalam cerita-cerita cowboy, semuanya bermula dari pembangunan rel kereta api. Phineas Gage adalah yang punya lakon. Ia memimpin sekelompok orang yang bertugas meledakkan bukit dan bebatuan. Pada siang hari yang panas, Gage memasukkan mesiu ke dalam lubang di bukit batu. Secara tidak sengaja ia mendorong mesiu itu dengan batang besi yang pendek. Tiba-tiba mesiu meledak tepat di depan wajahnya. Batang besi itu menerobos masuk dari pipi kirinya, melintasi otak di belakang matanya, menyeruak ke luar batok kepalanya, dan mendarat kira-kira 23 meter di sampingnya.

“Setelah luka kepalanya sembuh, Gage tampak hidup normal. Ia berbicara rasional dan kemampuan berpikirnya tampak utuh. Tapi segera orang melihat ada perubahan besar dalam dirinya. Dahulu Gage dikenal sebagai pengusaha yang sabar, energis, dan cerdas dengan “jiwa yang serasi”. Setelah kecelakaan, ia tampaknya kehilangan beberapa karakternya yang esensial. Ia menjadi kasar, berangasan, pemberang, temperamental.

Selasa, 31 Januari 2012

Press Release IJABI Menyikapi Pernyataan Menteri Agama bahwa "Syiah bukan Islam"

oleh Emilia R Az pada 26 Januari 2012 pukul 19:51


Pengurus Pusat Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia  menyesalkan dengan sangat pernyataan Menteri Agama, pada 25 Januari 2012, dengan alasan-alasan berikut:

Pernyataan ini dikeluarkan ketika  negara Kesatuan Repulik Indonesia  terancam karena ulah sekelompok orang yang mengatas-namakan perbedaan paham dalam agama untuk menyalakan permusuhan di antara  kelompok umat beragama.   Pernyataan  itu, yang dikeluarkan oleh pejabat yang seharusnya melindungi semua kelompok agama, telah menaburkan bensin di atas bara yang mulai bernyala.

Menteri Agama merujuk kepada Surat Edaran Menteri Agama no D/BA.014865/1983  pada zaman Orde Baru. Surat Edaran ini telah batal demi  hukum, karena ia bertentangan dengan  Konstitusi RI , UUD 1945, Bab XI, Pasal 29.  Untuk itu, ia dapat digugat/dituntut secara hukum melalui mekanisme peraturan yang berlaku.

Menteri Agama juga mengacu kepada rekomendasi Rapat  Kerja Nasional Majlis Ulama Indonesia pada 7 Maret 1984, juga pada zaman Orde Baru.  Rekomendasi itu tidak menyatakan Syiah sesat atau bukan Islam.  Ia hanya menganjurkan umat Islam Indonesia untuk waspada.  Pada tanggal 1 Januari 2012, salah seorang Ketua MUI, Prof. Dr. Umar  Shihab, menyatakan MUI  berprinsip bahwa Syiah tidak sesat  dan “mengimbau umat Islam tidak terpecah belah dan menjaga ukhuwah islamiah serta tidak melakukan tindak kekerasan terhadap golongan berbeda”

Mengapa Menag mengacu kepada rekomendasi rakernas yang sudah kedaluwarsa dan mengabaikan pernyataan MUI yang mutakhir?

Pada saat yang sama, Menteri Agama sekali lagi merujuk kepada dokumen yang berasal 180 bulan  yang lalu dan  menyebut Surat Resmi Ketua PBNU, 14 Oktober 1997.  Mengapa Menag  mengabaikan pernyataan Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj, dua minggu yang lalu, bulan ini, 4 Januari 2012.  “Syiah masih bagian dari ajaran Islam, bagian dari Al Firaq Al Islamiyyah, dan NU tidak gampang memberikan stigma sesat pada aliran lain," tegas Kiai Said di Jakarta, Rabu (4/1).

Kiai Said juga mengatakan, NU tidak gampang memberikan stigma sesat pada suatu aliran juga mengacu pada dasar pendirian NU oleh KH. Hasyim Asyari, yaitu ukhuwah Islamiyah, Wathaniyyah dan Insaniyyah. "(Penilaian) Ini juga sesuai dengan sikap NU yang setia mengawal UUD 1945, tepatnya pasal dua puluh sembilan," tandasnya. (Jakarta, NU Online, 4 Januari).

Pada 3-4 April 2007, Presiden, Pemerintah dan Rakyat Republik Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah menyelenggarakan Konferensi Internasional Pemimpin Islam untuk Rekonsiliasi Irak dan melahirkan Deklarasi Bogor.  Walaupun konferensi itu dimaksudkan secara khusus sebagai kontribusi rakyat Indonesia  bagi rekonsiliasi Sunnah-Syiah di Iraq, Deklarasi Bogor juga menyampaikan secara umum pesan-pesan perdamaian bagi Sunnah-Syiah di seluruh dunia.  Di bawah ini dikutip bagian awal dari Deklarasi Bogor:

Mengingat upaya-upaya untuk meningkatkan saling menghormati keyakinan dan kepercayaan satu sama lain, arti penting penyelesaian konflik secara damai, dialog intra dan antariman, peran pemimpin agama dalam membangun perdamaian, transformasi konflik dan pendidikan perdamaian melalui penyelenggaraan pertemuan-pertemuan berikut ini; International Conference of Islamic Scholars di Jakarta, 23-25 Februari 2004; International Dialogue on Interfaith Cooperation yang di selenggarakan di Yogyakarta, Indonesia, pada 6-7 Desember 2004; International Islamic Conference di Amman, Kerajaan Yordania pada 4 – 6 Juli 2005; East Asia Religious Leaders Forum (EARLF), Jakarta, 11-13 Februari 2006; World Peace Forum (WPF), Jakarta, 14-16 Agustus 2006; Makkah Al-Mukarramah Declaration yang di adopsi pada 19 Oktober 2006; dan Doha Conference for Dialogue of Islamic Schools of Thought Februari 2007;

Memuji Presiden, Pemerintah dan Rakyat Republik Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah karena telah menjadi tuan rumah Konferensi Internasional Pemimpin Islam untuk Rekonsiliasi Irak;

Dengan ini kami menyatakan hal-hal sebagai berikut:

1. Mendesak seluruh kaum Muslim, yang mengakui keyakinan mereka dengan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya, untuk menjunjung prinsip-prinsip fundamental tersebut, yang berlaku sama bagi kaum Syiah maupun Sunni sebagai suatu landasan kesamaan bahwa setiap perbedaan keyakinan adalah semata-mata perbedaan pendapat dan penafsiran serta bukan merupakan perbedaan keyakinan yang mendasar atau menyangkut substansi Rukun Islam;

2. Izinkan kami bertanya, mengapa Menag lebih memerhatikan Majelis Mujahidin yang bersifat lokal, dan sektarian  ketimbang mengapresiasi konferensi-konferensi internasional yang menjunjung nilai-nilai Islam sebagai rahmatan lil ‘Alamin.

3. Dengan hormat kami memohon Menag untuk memfasilitasi dialog di antara Sunnah dan Syiah untuk membangun suasana saling memahami, bukan saling menghakimi, saling menghormati bukan saling memaki. Dengan demikian, Menag akan meninggalkan kenangan indah (lisaana shidqin)  bagi kaum muslim khususnya dan umat beragama pada umumnya.

Jakarta, 26 Januari 2012

Ketua Dewan Syura
Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia


Dr K.H. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc.