Sabtu, 03 Desember 2011

JEJAK-JEJAK PAHLAWAN KARBALA

Habib bin Mazaher

Datangnya bulan Muharam kembali mengingatkan kita atas peristiwa sadis yang terjadi di Padang Karbala, di mana Imam Husein bin Ali bin Abi Talib, cucu Rasulullah Saw beserta keluarga dan pengikutnya dibantai secara kejam oleh mereka yang mengaku pengikut kakek beliau. Setiap orang yang mengaku pengikut serta pecinta Rasulullah pasti berduka cita atas musibah ini dan dengan berbagai cara mereka berinteraksi dengan Imam Husein serta revolusi yang beliau tegakkan. Hal ini disebabkan karena revolusi yang beliau kobarkan bukan sekedar peperangan. Kebangkitan ini ibarat sebuah kelas yang mengajarkan nilai-nilai moral dan makrifat tertinggi.
Di hari itu, ketika Imam Husein memulai revolusinya, mayoritas penduduk Kufah adalah pecinta Ahlul Bait. Mereka sadar atas ketidaklayakan Yazid bin Muawiyah menduduki kursi khilafah dan mereka juga menyaksikan kebobrokan serta kejahatannya. Di sisi lain, warga Kufah mengetahui dengan jelas kedudukan tinggi Imam Husein as. Namun dari mayoritas penduduk Kufah yang mengaku pecinta Ahlul Bait, hanya sedikit dari mereka yang bangkit membela Imam Husein di Padang Karbala.

Sejatinya apa keistimewaan pada pendukung dan penolong Imam Husein di Padang Karbala sehingga mereka rela bangkit dan menyumbangkan jiwanya membela cucu Nabi di saat umat Islam terlena dan tidur. Tentunya salah satu keunggulan revolusi Imam Husein yang dapat kita saksikan adalah kesiapan para sahabat beliau mengorbankan nyawanya demi Imam mereka. Mengkaji peristiwa Karbala tanpa melibatkan para sahabat Imam Husein tak mungkin dapat dilakukan.
Salah satu sifat utama sahabat Imam Husein adalah keyakinan dan makrifat tinggi mereka terhadap jalan yang mereka tempuh. Yakin membuat tekad manusia semakin bulat dalam menempuh jalan yang mereka pilih. Keyakinan ibarat bara api yang membakar setiap keraguan. Jika tidak ada makrifat yang akan terjadi adalah kemunduran. Para sahabat Imam Husein telah mencapai makrifat yang tinggi. Mereka mengetahui siapa yang dibela dan untuk siapa mereka berkorban. Ketinggian makrifat mereka dapat diselami di ucapan mereka saat maju ke medan perang. Ucapan Qasim bin Hasan, putra Imam Hasan bin Ali bin Abi Talib, keponakan Imam Husein dan Habib bin Mazaher menceritakan realita ini.
Kini kami akan mengajak anda mengikuti kisah perjalanan para sahabat Imam Husein ke Padang Karbala. Tokoh pertama dan kedua yang akan kita ceritakan adalah Habib bin Mazaher dan Muslim bin Ausajah. Habib dan Muslim dengan mengendarai kuda keluar meninggalkan kota Kufah. Habib yang telah berusia 80 tahun dan pembela Imam Ali bin Abi Talib, kini meninggalkan keluarganya demi membela anak Imam Ali as. Usianya yang telah uzur tak mengurangi semangatnya, dia ibarat seorang pemuda yang masih segar dan bersemangat. Perlahan-lahan ia membuangkan pandangannya ke arah kota Kufah, kota yang sempat menjadi basis Muslim bin Aqil mengumpulkan pendukung Imam Husein.
Habib bin Mazaher dan Muslim bin Ausajah tiba di Karbala di hari keenam Muharam. Setibanya di sana keduanya langsung menemui junjungan mereka Imam Husein as. Ketika melihat kedatangan Habib, Imam Husein langsung bangkit dan merangkulnya. Sementara itu, Habib sendiri sambil bercucuran air matanya mengucapkan syukur kepada Allah swt karena diberi kesempatan berjumpa dengan cucu Rasulullah. Rasa syukurnya tersebut diwujudkan dengan sujud syukur di atas bumi Karbala.
Di antara sahabat Imam Husein yang hadir di Karbala, Habib bin Mazaher paling tua usianya. Namun, usia lanjut tak mempengaruhi semangatnya, tercatat dalam sejarah bahwa ia merupakan orang yang paling semangat membela Imamnya. Di malam hari, Habib mengisi waktunya dengan beribadah dan munajat kepada Allah serta membaca al-Qur'an. Lantunan al-Qur'an Habib di setiap malam memenuhi Padang Karbala. Tak  hanya itu, Habib juga giat menasehati pasukan musuh yang setiap harinya kian bertambah, dengan harapan mereka dapat sadar. Ia berkata, ‘Wahai kaum, kalian adalah seburuk-buruknya umat. Kemarin kalian menulis surat mengundang Imam Husein, namun kini kalian malah memusuhinya. Nanti di hari Kiamat apa jawaban kalian jika cucu Rasulullah, Ahlul Baitnya serta sahabat setianya terbunuh?'
Di malam Asyura terlihat Habib semakin semangat. Perintah Imam bagi Habib telah tiba. Imam memerintahkan Habib untuk mempersiapkan diri untuk mereguk cawan syahadah di hari Asyura besok. Sementara itu, lantunan Kalam Ilahi yang dikumandangkan Habib setiap malam dan munajatnya mengetuk setiap sanubari yang sadar. Di malam Asyura ketika tengah malam telah lewat terdengar suara gaduh di kemah Habib. Nafi' bin Hilal menemui Habib dan menjelaskan kekhawatirannya. Habib menanyakan sebab kekhawatiran Nafi'. Nafi' mengatakan, Saya berada di luar kemah ketika saya menyaksikan Imam Husein menggali parit. Saya pun menemani beliau. Imam berkata, Saya menggali parit di sekitar kemah dengan harapan ketika terjadi perampokan dan perampasan serta pembakaran kemah, keluargaku tidak akan dianiaya. Saya pun membantu beliau menggali parit.
Nafi' melanjutkan, aku menangis sedangkan kedua tanganku mulai mengeluarkan darah. Tak lama kemudian Imam kembali ke kemah dan saya melepas kepergian beliau. Imam pun menuju kemah Zainab, saudarinya dan saya mendengar putri Ali ini berkata, Saudaraku, apakah kamu telah menguji seluruh sahabatmu bahwa besok mereka tidak akan meninggalkanmu meski nyawa sebagai taruhannya. Nafi' melanjutkan, Wahai Habib ! Putri Rasulullah sangat khawatir tentang besok, sepertinya beliau tidak mempercayai kita. Mari kita menemuinya dan menegaskan kesiapan kita mengorbankan nyawa demi Imam Husein.
Malam itu, ketika Habib mengetahui kekhawatiran Sayyidah Zainab dengan membawa sejumlah sahabat Imam Husein, ia mendatangi kemah Zainab. Ketika tiba di dekat kemah Zainab, Habib berhenti dan berkata, Wahai putri Rasulullah, wahai pelita Imam Ali as, jika saat ini Imam Husein memerintahkan kepada kami maka kami akan menyerbu musuh. Nyawa yang kami korbankan demi Husein ini milik siapakah ? Saat mengucapkan kata-katanya, air mata Habib bercucuran dengan derasnya.
Ketika itu, terdengar suara Sayyidah Zainab yang memuji para sahabat Imam. Zainab berkata, Selamat wahai kalian penolong, kalian telah membela kehormatan putri Rasulullah. Jagalah kemah-kemah kami. Tak lama kemudian, Habib merasakan pundaknya ditepuk secara perlahan oleh seseorang. Ia menoleh dan menyaksikan yang menepuk pundaknya tadi adalah Imam Husein. Kemudian Imam berkata kepada Zainab, Saudariku aku telah menguji para sahabatku. Demi Allah ! mereka ibarat batu karang yang kokoh dan tidak akan goyah. Di malam Asyura, Habib berkata kepada teman-temannya, besok kita harus menjadi syuhada pertama dan jangan kita biarkan Bani Hasyim maju ke medan perang, kita adalah pembela mereka. Sepanjang malam Asyura, Habib giat memberi semangat kepada teman-temannya dan beribadah.
Saat shalat subuh pun tiba, Habib berada di saf (barisan) kiri untuk shalat berjamaah. Di pagi hari itu, Habib terlihat sangat gembira melebihi anak-anak muda. Usai shalat, Habib sibuk mengatur barisan sahabat Imam Husein untuk menghadapi pasukan musuh. Ketika genderang perang telah ditabuh dan anak panah pasukan Umar Saad mulai menghujani rombongan Imam, Habib langsung melesat ke medan tempur. Dengan suara keras, Habib berteriak, Aku Habib putra Mazaher. Kami berada dalam jalan kebenaran sedangkan kalian para pengkhianat. Wahai para penjahat jangan kalian diam, aku akan menarikan pedangku di antara kalian dan saya tidak takut. Kematian bagi kami ibarat madu. Aku adalah penolong Husein, Imam yang layak dan suci.
Di antara hujan panah dan tombak, Habib bertakbir dan berkata, hari ini aku akan membantai musuh Husein. Saat itu, terlihat seorang prajurit pasukan Umar Saad mendekati Habib dan mengayunkan pedangnya untuk membunuh Habib. Namun serangan tersebut luput dan Habib tidak memberi ampun kepadanya. Saat itulah sebuah tombak melayang dan menancap di kaki Habib dan sabetan pedang mengenai kepalanya. Ketika Habib terjatuh dari kudanya, musuh baru berani mendekatinya dan memperketat kepungannya. Sahabat Rasul, Ali dan Imam Husein ini jatuh ke tanah. Darah membasahi rambutnya yang memutih. Akhirnya pasukan tertua Karbala ini meneguk cawan syahadah. Ketika mengetahui sahabatnya gugur, Imam Husein berkata, Wahai Habib ! Allah memberkatimu. Siapa pemilik keutamaan yang setiap malam menghabiskan waktunya untuk mengkhatamkan al-Qur'an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar