Senin, 05 Desember 2011

Peristiwa Asyura, Kemasan Lain Kebatilan Melawan Kebenaran

Oleh: Emi Nur Hayati Ma'sum Sai'd

Asyura adalah hari, dimana alam menangis atas pembantaian pasukan durjana Yazid bin Muawiyah yang dilakukan terhadap keluarga Rasulullah Saw. Islam saat itu baru mencapai usia 60-an tahun, tapi sebagian muslimin sudah kabur matanya tidak bisa membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Mereka tergiur oleh iming-iming harta dan kedudukan. Mereka nekat membantai cucunda Rasulullah Saw al-Husein as yang di masa kecilnya senantiasa diciumi lehernya oleh kakeknya Rasulullah Saw.

Peristiwa karbala semakin hari semakin semarak diperingati oleh muslimin pecinta keluarga Nabi Muhammad Saw di seluruh penjuru dunia. Ini menunjukkan bahwa pesan karbala tidak mengenal batas teritorial. Pesan karbala untuk semua umat manusia yang merdeka. Pesan karbala untuk semua umat manusia yang menghargai kemanusiaan dan kebebasan beragama.

Karbala mengajarkan kemerdekaan, mengajarkan kemanusiaan, mengajarkan kemuliaan dan mengajarkan kebenaran. Memperingati hari Asyura memberikan banyak pelajaran kepada manusia. Namun ada satu pertanyaan penting yang muncul dari peringatan peristiwa bersejarah dan menyedihkan ini. Apa yang membuat seseorang tidak dapat membedakan kebenaran dari kebatilan?

Asyura erat kaitannya dengan sejarah Islam. Salah seorang tokoh dalam peristiwa ini adalah Umar bin Saad. Bagaimana pribadi ini dengan sadis membantai keluarga Rasulullah Saw yang berada dalam kondisi haus. Ternyata perbuatan itu dilakukannya karena iming-iming akan dijadikan gubernur Kota Rey yang dijanjikan oleh Yazid bin Muawiyah kepadanya.

Tapi akan lebih baik bila menyingkap sejarah lebih jauh hingga ke medan pertempuran Shiffin. Medan pertempuaran antara pasukan Imam Ali bin Abi Thalib as dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Medan pertempuran yang terjadi pada tahun 37 Hq di daerah Shiffin yang terletak di bagian barat Irak antara Raqqah dan Bals.

Salah satu komandan perang pasukan Imam Ali bin Abi Thalib as adalah Ammar Yasir. Nama Ammar Yasir membawa siapa saja ke dalam sejarah permulaan Islam. Ammar Yasir berasal dari keluarga muslim di Mekkah. Ayah dan ibunya menerima ajakan Rasulullah Saw untuk memeluk Islam sebagai agamanya. Di jalan inilah kedua orang tua dan saudara laki-laki Ammar harus menanggung siksaan Abu Jahal dan dan kafir Quraisy. Di jalan inilah mereka mati syahid dan ibunya Sumayyah menjadi wanita syahid pertama Islam.

Asma' bin Hakim mengatakan, "Kami termasuk pasukan Ali as di bawah pimpinan Ammar Yasir berperang melawan musuh. Mendekati Zuhur kami berada di bawah tenda berwarna merah. Pada saat itu juga datanglah seseorang dari pasukan Ali as seraya berkata, "Siapakah di antara kalian yang bernama Ammar Yasir? Ammar menjawab, "Aku."

Orang itu bertanya, "Engkaukah Abu Yaqzhan? Ammar menjawab, "Ya." Ia berkata,"Aku membutuhkanmu." Ammar berkata, "Silakan!" Ia berkata, "Aku sampaikan secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi? Ammar berkata, "Terserah kamu."

Ia berkata, "Aku sampaikan secara terang-terangan saja. Ketika aku berangkat dari rumah aku yakin bahwa kita ini ada di jalan yang benar dan tidak ada keraguan sama sekali bahwa kaum ini (Muawiyah dan para pendukungnya) berada di jalan yang batil dan sesat. Keyakinanku ini berlanjut sampai kemarin malam. Namun, tadi malam aku mendengar muazzin kita dalam azannya menyatakan kesaksiannya atas ke-Esaan Allah dan kerasulan Muhammad Saw. Muazzin mereka (Muawiyah dan para pendukungnya) juga menyatakan kesaksiannya atas ke-Esaan Allah dan kerasulan Muhammad saw. Setelah azan kita melaksanakan shalat, mereka juga melaksanakan shalat. Al-Quran kita dengan al-Quran mereka sama. Dakwah kita juga sama. Rasul kita juga sama. Karena hal inilah tadi malam muncul keraguan dalam diriku. Tadi malam hanya aku dan Allah saja yang mengetahui kondisiku. Paginya aku datang kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dan aku ceritakan permasalahanku. Beliau berkata kepadaku, "Sudahkah kamu menemui Ammar? Aku jawab, "Belum." Beliau berkata, "Temui Ammar! Ikuti segala yang dikatakannya!" Karena itulah aku sekarang menemuimu."

Ammar berkata kepadanya, "Tahukah kamu siapakah pemilik bendara hitam yang ada di sebelah sana itu? (mengisyaratkan kepada Amr bin Ash). Di masa Rasulullah Saw aku berperang melawan orang itu sebanyak tiga kali dan sekarang adalah kali keempatnya aku berperang melawannya. Kali ini tidak lebih baik dari ketiga perang sebelumnya, melainkan lebih buruk dari ketiga perang tersebut. Di perang Badar, Uhud dan Hunain aku berperang melawannya. Apakah ayahmu ada di sini sehingga bisa menceritakannya kepadamu? Orang tersebut berkata "Tidak."

Ammar berkata, "Pada masa itu kami berada di bawah bendera Rasulullah Saw, akan tetapi mereka (Amr bin Ash, Muawiyah dan para pasukannya) berada di bawah bendera kemusyrikan. Apakah kamu melihat para pasukan Muawiyah dan orang-orang yang ada di sana? Demi Allah! Coba mereka berbentuk satu orang, akan aku penggal leher orang tersebut. Demi Allah menumpahkan darah mereka lebih halal dari menumpahkan darah seekor burung gereja? Apakah menumpahkan darah burung gereja hukumnya haram?

Orang itu berkata, "Tidak, tapi hukumnya halal." Ammar berkata, "Menumpahkan darah mereka juga hukumnya halal. Sudahkan aku menjelaskan masalah ini dengan baik? Orang itu berkata, "Ya, engkau telah menjelaskannya dengan sebaik-baiknya." Ammar berkata, "Sekarang pergilah! Pilih salah satu dari kedua pasukan yang kau mau!"

Kalau Amr bin Ash kala itu berperang melawan Rasulullah Saw dengan semboyan "Hidup Latta Uzza", kali ini ia tetap juga menggunakan semboyan "Hidup Latta Uzza" dengan dikemas Shalat dan Azan serta al-Quran berperang melawan Imam Ali bin Abi Thalib as.

Coba kita lihat kembali bagaimana Imam Ali bin Abi Thalib as mengenalkan siapakah Amr bin Ash dalam khotbahnya:

"Saya heran akan putra Naghibah yang mengatakan tentang saya di kalangan orang Syam bahwa saya seorang pecanda, senang melucu dan bersenang-senang. la bicara batil dan mengatakan dosa. Ingatlah, pembicaraan yang terburuk ialah pembicaraan yang tidak benar. la berkata dan berdusta. la mengemis dan bersikeras, tapi bila seseorang meminta kepadanya, ia kikir. la mengkhianati sumpah dan mengabaikan persaudaraan.

Jika dalam suatu pertempuran, ia mengatur dan memerintah, tapi hanya sebatas pedang tidak bertindak. Bila saat itu tiba, kelicikan besarnya adalah bertelanjang di hadapan lawannya. Demi Allah, ingatan akan kematian telah menjauhkan saya dari senda gurau dan canda, sedang kelalaiannya akan akhirat mencegahnya untuk berkata benar. la berbaiat kepada Mu'awiah bukan tanpa maksud, melainkan dengan syarat bahwa ia harus membayar harganya, dan memberikan kepadanya suatu hadiah karena meninggalkan agama. (Khotbah Nahjul Balaghah 83).

Dalam perang Shiffin Amr bin Ash telanjang untuk mengelakkan pedang Imam Ali as. Saat Amr bin Ash telanjang Imam Ali as langsung memalingkan wajahnya dan membiarkan nyawa Amr bin Ash.

Membaca sejarah semestinya mampu memberikan pencerahan kepada umat manusia, betapa banyak orang yang menghaku muslim, tapi tidak sudi menghormati muslimnya untuk mengungkapkan kesedihannya atas kesedihan yang dialami keluarga Rasulnya? Bagaimana dengan orang-orang yang mengaku muslim tapi tidak menghormati keyakinan muslim lainnya? Bagaimana dengan orang-orang yang mengaku muslim tapi membantai muslim lainnya? Apakah dunia dengan gemerlapannya telah menutup mata hatinya bahwa Rasulullah Saw dalam dakwahnya tidak meminta imbalan dari umatnya selain hanya kecintaan dan kasih sayang kepada keluarganya? Apa yang mereka khawatirkan bila seorang muslim mengungkapkan kecintaan pada keluarga Rasulnya?

Para muffasir, ahli hadis, penyair dan ahli bahasa sepakat bahwa dalam surat as-Syura ayat 23 diturunkan berkaitan dengan Ahlul Bait Rasul Saw, "Katakan: "Aku tidak meminta sesuati upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan." Imam Syafi'i terkait masalah ini mengungkapkan keimanannya dalam bentuk syair yang artinya:

"Hai Ahlul Bait Rasulullah kecintaan kepada kalian adalah kewajiban dari Allah yang diturunkan dalam al-Quran. Keagungan kedudukan kalian cukup terbukti bahwa barang siapa yang tidak mengucapkan shalawat kepada kalian, maka shalatnya tidak sah." (Shawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar