Kamis, 27 Oktober 2011

Keadilan Ilahi dan Al-Mahdi

Pendahuluan (1)
Artikel pendek ini menguraikan tentang tiga hal:
  1. Pengertian Keadilan Ilahi, kemustahilan bagiNya untuk melakukan ketidakadilan serta perintah Allah untuk menegakkan keadilan
  2. Bahwa evolusi masyarakat manusia di dunia adalah menuju kemenangan keadilan dan para pengikut keadilan di bawah kepemimpinan Al-Mahdi ‘as.
  3. Pembuktian singkat eksistensi Al-Mahdi ‘as , dan bahwa eksistensi Al-Mahdi ‘as didukung oleh hadis-hadis yang mutawatir baik dari jalur periwayatan Sunni maupun Syi’ah, dan diisyaratkan oleh banyak ayat dalam Al-Quran al-Karim.
  4. Bahwa penantian kehadiran Al-Mahdi ‘as beserta kemenangan keadilan di akhir zaman semestinya meningkatkan daya juang ummat untuk senantiasa tak kenal lelah merealisasikan kebaikan, keindahan dan kebenaran, dan meneggakkan keadilan. Keyakinan terhadap Al-Mahdi ‘as membangun pandangan dunia yang optimis, tidak apatis; membuat agama tidak menjadi candu , namun agama menjadi obat sosiopathology.


Pengertian (2): Keadilan Ilahi
Keadilan dalam maknanya yang terluas adalah meletakkan setiap hal pada tempatnya yang tepat.
Makna Ilahiah Keadilan adalah layak bagi Wajib al-Wujud bahwa Ia adalah khayrun mahdhun (Kebaikan Murni) dan sungguh Ia adalah Mahapemurah, Mahapengasih, Mahamemelihara. Seluruh Kesempurnaan Sifat-SifatNya , dilihat dari satu sisi, berakar pada Keadilan. Hal ini adalah karena adalah hal yang tepat dan selayaknya bagi Wajib al-Wujud yang Mahakaya dan Mahaindependen lagi Mahabajik, untuk Pemurah, Pengasih dan Memelihara segenap semesta. Betapa layak bagi Yang Mahakaya untuk mengasihi semesta wujudat al-imkaniyyah (keberadaan-keberadan yang mungkin), yang secara hakiki miskin, cacat dan membutuhkan.
Keadilan Tuhan terehadap ciptaannya bermakna bahwa Tuhan pasti mengkaruniakan kepada setiap makhluk apa yang patut baginya dan berguna baginya. KeadilanNya tidak pernah terlepas dari KemahabijakanNya, yakni, Ia menciptakan sekalian makhluk dengan maksud dan tujuan yang pasti. Kebijaksanaan Ilahi memestikan kemajuan makhluk-makhluk hidup ke arah tujuan dan kesempurnaan eksistensialnya.
Prinsip hidayah universal adalah manifestasi KeadilanNya juga, yakni adalah sepatutnya bagi Ia memberi petunjuk bagi seluruh ciptaanNya untuk menuju kesempurnaan dan kebaikannya masing-masing. Pengutusan para nabi, rasul dan penunjukan para imam untuk membimbing dan menunjuki dan membimbing manusia dan semesta serta memastikan bahwa mereka bertransformasi menuju kesempurnaannya, adalah realitas dari prinsip hidayah universal. Oleh karena itu prinsip nubuwwah, risalah dan imamah adalah juga manifestasi dari KeadilanNya.
Realitas kehidupan kembali dan kebangkitan jiwa manusia setelah kematiannya juga adalah manifestasi dari KeadilanNya. Oleh karena itu, tidak salah bila Keadilan menjadi prinsip fundamental yang menghubungkan antara Tuhan Yang Maha Pemurah dengan ciptaannya.
Maha Suci Ia Yang Mahaadil lagi Mahapemurah! Jauh Ia dari seluruh kezaliman. Sungguh , Dia-lah yang selalu melakukan yang patut bagi Keagungan dan KepemurahanNya, yakni yang terbaik bagi semesta ciptaannya.


Pengertian (3): Keadilan sebagai prinsip eksistensi semesta
Rasulullah SAW bersabda:
“Melalui keadilan, langit dan bumi ada.”
Sebagai contoh bila keseimbangan gaya-gaya di dalam trilyun trilyun trilyun…. atom lenyap selama satu saat. Maka seluruh atom akan runtuh , dan semesta material langsung lenyap tanpa sisa!
Contoh lain, bila tiba-tiba sistem pengendalian suhu tubuh manusia di dunia tidak berjalan selama satu jam saja, maka kehidupan manusia di muka bumi akan sirna.
Contoh lain, bila bumi tiba-tiba berhenti berputar mengelilingi matahari, maka bumi akan dengan segera mendekat ke matahari dan sirna.
Keadilan, dalam arti , semua dalam semesta ini ada pada posisinya yang paling patut dan paling tepat, dapat dilihat mulai zarah atom terkecil hingga super galaxy. Mulai dari elektron hingga organisme-organisme yang hidup. Mulai dari inti bumi, hingga puncak Himalaya, ataupun atmosfer terluar bumi.
Sabda Rasulullah SAW mungkin dapat dimaknai bahwa,  keadilan sebagai prinsip semesta yang menopang keberadaan semua yang ada di langit dan bumi .
Pengertian (4): Keadilan Ilahi dalam kehidupan manusia
Makna keadilan dalam kehidupan manusia adalah, bahwa selayaknya setiap manusia memperoleh apa yang patut baginya dan berguna baginya.
Seorang anak kecil patut memperoleh kasih sayang dari orang-tuanya. Orang tua patut memperoleh cinta dan penghormatan dari anaknya.
Seorang istri patut memperoleh nafkah lahir batin dari suaminya. Seorang suami patut memperoleh kasih-sayang dan pendampingan lahir batin dari istrinya.
Seorang murid patut memperoleh pendidikan dari gurunya. Seorang guru patut memperoleh rasa terima kasih dan penghormatan dari muridnya.
Makna lain keadilan adalah, mempertimbangkan hak orang lain. Oleh karena itu, adalah tidak adil untuk merampas hak orang lain. Juga adalah tidak adil untuk membedakan hak seseorang karena ras dan faktor lain.
Keadilan Ilahi bermakna bahwa Tuhan pasti mengkaruniakan kepada setiap manusia apa yang patut baginya dan berguna baginya. Kemahabijakan Tuhan, yakni, Tuhan telah menciptakan sekalian manusia  dengan maksud dan tujuan yang pasti. Kebijaksanaan Ilahi memestikan kemajuan manusia ke arah tujuan dan penyelesaian yang dikehendaki.
Seorang manusia yang berbuat kebaikan patut memperoleh kebaikan. Seorang manusia yang berbuat keburukan patut memperoleh keburukan.
Adalah suatu kemustahilan Tuhan memberikan keburukan sebagai hasil dari kebaikan yang dilakukan manusia.
Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)
(QS 55 (AR-RAHMAN): 60)
Dan barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. “
(QS 99 (AL-ZALZALAH):7-8)

Pengertian (5): Keadilan adalah totalitas semua kebajikan
Dalam salah satu magnum opusnya, Nichomacean Ethics, Aristoteles mengatakan bahwa keadilan bukanlah hanya satu kebaikan, atau bukanlah hanya satu kebaikan yang utama. Keadilan, menurut Aristoteles, adalah summum bonum of all goods. Dalam bahasa sederhanyanya, keadilan adalah totalitas dari semua kebaikan.
Dari pengertian ini, karena Wajib al-Wujud adalah khayrun mahdhun dan sumber emanasi pertama seluruh kebaikan yang terwujud dalam semesta, maka sesungguhnya bisa disimpulkan beberapa hal.
  1. Bahwa Wajib al-Wujud bersifat adil
  2. Bahwa satu-satunya yang benar-benar adil dalam maknanya yang paling hakiki adalah Dia Sendiri
  3. Semua yang adil selainNya adalah memperoleh keadilan dari pancaran KeadilanNya dan tidak pernah akan menyamainya dalam keadilan
  4. Oleh karena itu Wajib al-Wujud dinamai juga sebagai Zat Yang Mahaadil. Sungguh Dia adalah Al-‘Adl.


Pengertian (6): Keadilan adalah meletakkan segala sesuatu sesuai dengan posisi dan kepatutannya
Sungguh Dia-lah yang telah memberi bentuk pada segala sesuatu, menempatkan segala pada posisi setepat-tepatnya hingga mereka semua melaluinya memperoleh limpahan KebaikanNya dalam mencapai kesempurnaan eksistensinya. Maha Suci Dia Yang Maha Adil! Sungguh tepat apa yang dikatakan oleh Amirul Mukminin dalam Nahjul Balaghah khotbah ke 437, bahwa keadilan adalah
“meletakkan segala sesuatu sesuai dengan posisinya”.[1]
Sungguh Tuhan Yang Mahaadil telah meletakkan segala sesuatu pada posisinya yang paling sempurna.


Pengertian (7): Keadilan bukanlah persamaan
Keadilan tidak selalu berarti persamaan. Seringkali keadilan berarti perbedaan.
Tidak adil bagi sebuah perusahaan untuk memberikan kompensasi yang sama pada para karyawan yang bekerja dengan prestasi yang berbeda-beda. Tidak adil bagi seorang guru untuk memberikan nilai yang sama pada semua siswa. Tidak adil bagi seorang hakim memutuskan hukuman yang sama pada dua orang yang bersalah yang besar dan dampak kesalahannya jauh berbeda.
Tidak adil untuk memperlakukan yang berbuat baik dan berbuat buruk sama. Memperlakukan yang berbuat baik sama dengan yang berbuat buruk adalah ketidakadilan (kezaliman).
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia, tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka bakal masuk neraka.
Patutkah Kami memperlakukan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah juga Kami memperlakukan orang –orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? (Shad: 27-28)
Al-Qur’an juga mengatakan :
Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik?(QS as-Sajdah [32]:18)
Bukti (8): Bahwa mustahil bagi Wajib al-Wujud untuk melakukan ketidakadilan sekecil apa pun
Ketidakadilan adalah karena beberapa hal.
  1. Kebodohan. Terkadang seorang berbuat zalim karena ia tidak tahu dan tidak menyadarinya.
  2. Kebutuhan. Adanya kebutuhan seseorang akan sesuatu bisa menciptakan bias, sehingga menimbulkan kezaliman.
  3. Ketakmampuan. Ada kalanya seseorang tidak mampu melakukan keadilan walaupun ia menginginkan untuk melakukannya, sehingga ia terlibat pada ketidakadilan.
  4. Egoisme. Sering egoisme membuat seseorang melanggar hak orang lain, atau melakukan sesuatu yang tidak patut untuk dilakukan. Di antara egoisme juga adalah dendam, amarah dan lain-lain.
Sedangkan Wajib al-Wujud
  1. Mahatahu, sehingga mustahil baginya kebodohan apapun. IlmuNya meliputi segala sesuatu dengan suatu sifat
  2. Mahakaya, sehingga bebas dari semua kebutuhan. Sungguh Ia adalah Kesempurnaan Hakiki sehingga mustahil membutuhkan apa pun selain DiriNya.
  3. Mahakuasa, sehingga bebas dari semua ketakmampuan dan kelemahan.
  4. Mahabaik, sehingga bebas dari semua “egoisme”. Bahwa Wajib al-Wujud adalah khayrun mahdhun (kebaikan murni). EksistensiNya melimpahkan kebaikan maksimal bagi seluruh ciptaannya.
Maka Mahasuci Ia dari semua ketidakadilan apa pun ! Mustahil bagiNya untuk melakukan ketidakadilan sekecil apa pun!
Ia, Yang Mahasuci lagi Mahaagung, berfirman :
Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. (QS YUNUS[10]:44)
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (QS AN-NISA[4]:40)
Dan tentang hari kebangkitan , Ia, Yang Mahasuci lagi Mahaagung, berfirman;
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.….. (QS 21:47)


Catatan (9): PerintahNya agar manusia melakukan keadilan dan menolak kezaliman
Pada satu sisi, Tuhan Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang, memerintahkan manusia untuk menegakkan keadilan. Di sisi lain, pada saat yang sama, Tuhan Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang juga memerintahkan manusia untuk menolak kezaliman.
Al-Qur’an mengatakan;
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS an-Nahl[16]:90)
Menegakkan keadilan dan menolak kezaliman adalah salah satu bentuk kebaikan tertinggi yang dilakukan manusia. Melaluinya, manusia mencerap Sifat Ilahiyah Al-‘Adl, yang merupakan totalitas dari Kebaikan Ilahi.
Di sisi lain, tidak menegakkan keadilan atau tidak menolak kezaliman merupakan jalan yang dengan cepat akan menjauhkan manusia dari haribaan Kasih dan KepemurahanNya. Seseorang yang membiasakan dirinya dalam tidak menegakkan keadilan atau tidak menolak kezaliman akan mengalami penurunan terus menerus dari sisi kapasitas dirinya untuk menerima limpahan Kasih dan KepemurahanNya.


Bukti (10) : Keadilan dan Tiga Pandangan Evolusi Dunia
Bagaimana dengan evolusi dunia menuju akhir perjalanannya ?
Ada yang berpandangan bahwa manusia mengalami degradasi dalam perjalanan sejarahnya. Sejarah menunjukkan bahwa seringkali para penindas dan tiran menang, dan kadang mereka tidak memperoleh balahsan yang setimpal di dunia.
Mereka yang berpandangan seperti ini terbagi dalam dua kemungkinan.
Yang pertama, menjadi nihilis yang apatis; dan menganggap the survival of the fittest adalah hukum alamiah yang berlaku baik dalam dunia hewan maupun masyarakat manusia. Pandangan pertama banyak didukung oleh golongan ateis.
Yang kedua, mereka meyakini bahwa akhirat adalah jawaban bagi masalah keadilan. Para tiran akan diadili di akhirat. Dunia adalah penjara bagi orang-orang baik, dan surga bagi orang-orang durhaka. Mereka menganggap bahwa the world as it is adalah tempat kekalahan orang-orang yang baik dan benar, sebagai ujian bagi mereka. Dalam dunia pemikiran Islam, pemikiran ini telah dicoba dijustifikasi dengan berbagai dalil naqli maupun aqli.
Alternatif pandangan lain adalah sebagai berikut; bahwa masyarakat manusia berevolusi menuju kesempurnaan eksistensialnya terus menerus. Kezaliman meningkat seiring dengan perjalanan waktu, namun di sisi lain keadilan dan kebenaran pun meningkat seiring dengan perjalanan waktu.
Semakin lama para pengikut kebenaran yang setia semakin teruji dan terasah dan meningkat kualitasnya. Dan siapakah yang akan menang di dunia untuk terakhir kalinya ? Tidak lain adalah kebenaran. Dan dunia akan diwarisi oleh para ahli keadilan dan kebenaran. Dunia akan diwarisi oleh hamba-hamba murni Ar-Rahman Ar-Rahim.
Nampaknya pandangan yang terakhir adalah pandangan yang lebih mendekati kebenaran. Dunia dan segenap isinya tidak mungkin diciptakanNya untuk kesia-siaan. Dalam dunia ini Ia juga akan memenangkan keadilan dan kebenaran, dan di akhirat kelak Ia akan kembali memenangkan keadilan dan kebenaran dengan intensitas eksistensi yang jauh lebih tinggi dan lebih permanen.
Pandangan yang terakhir tidak mengkontradiksikan dunia dan akhirat, namun berpandangan bahwa dunia adalah selaras dengan akhirat, dan ada kesinambungan yang lebih harmonis antara watak eksistensial evolusi masyarakat manusia di dunia dan kehidupannya kelak di akhirat.
Dalam bagian-bagian berikutnya akan ditunjukkan betapa kuat dalil ‘aqli maupun naqli yang membuktikan eksistensi Al-Mahdi , – figur yang akan membawa keadilan menjadi pemenang di segenap penjuru dunia di akhir zaman.
Bukti (11) : Eksistensi Al Mahdi yang akan muncul dan menyebarkan keadilan di akhir zaman adalah Manifestasi
  1. “Allah akan membangkitkan seorang laki-laki dari keturunanku, dari Ahlu baitku. Dengannya bumi akan dipenuhi keadilan secara menyeluruh sebagaimana telah dipenuhi oleh ketidakadilan dan penindasan sebelumnya.`[2]
  2. “Bumi dipenuhi dengan keburukan dan kezhaliman, lalu keluarlah seorang laki-laki dari keturunanku, ia berkuasa selama tujuh atau sembilan tahun, setelah itu bumi dipenuhi dengan keseimbangan dan keadilan. [3]
  3. “Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga bumi dipenuhi dengan kezhaliman dan permusuhan, ” beliau bersabda: “Kemudian akan keluar seorang laki-laki dari keturunanku atau dari ahli baitku yang akan mengisi bumi dengan keadilan sebagaimana ia telah dipenuhi dengan kezhaliman dan permusuhan.”[4]
  4. “Tidak akan terjadi hari kiamat hingga seseorang dari ahli baitku yang tinggi dan hidungnya mancung berkuasa, keadilan akan memenuhi bumi sebagaimana sebelumnya kezhaliman memenuhinya, hal itu akan berlangsung selama tujuh tahun.”[5]
Berita-berita tentang al-Mahdi yang diriwayatkan dari Nabi saw termaktub dalam berbagai kitab baik dari kutub as-sittah (enam kitab shahih), kutub at-tisy’ah (kitab sembilan ahli hadis terkemuka), maupun kitab-kitab lain. Di antaranya adalah termaktub dalam Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi,Ibnu Majah, Musnad Ahmad, Daraquthni, Ibn Amr ad-Dawani, Ibnu Ya’la, Mustadrak Hakim an-Naisyaburi, al-Bazzaz, Ma’ajim ath-Thabrani, Ruyani, Abu Na’im dalam Akhbarul Mahdi, Khathib dalam Tarikh Baghdad, Ibnu Asakir dalam Tarikh ad-Dimsyaqi dan lain-lain.
Sahabat yang meriwayatkan hadis-hadis tentang Al-Mahdi di antaranya adalah;
1.    Utsman ibn Affan
2.    Ali ibn Abi Thalib
3.    Thalhah ibn Ubaidillah
4.    Abdurrahman ibn Auf
5.    Ghurrah ibn Asas al-Mazni
6.    Abdullah ibn Harits
7.    Abu Hurairah
8.    Hudzaifah ibn al-yaman
9.    Jabir ibn Abdullah
10.    Abu Umamah
11.    Jabir ibn Majid
12.    Abdullah ibn Umar
13.    Anas ibn Malik
14.    Imran ibn Hashin
15.    Ummu Salamah
Para ulama yang menyatakan secara tegas bahwa hadis-hadis mengenai al-Mahdi bersifat mutawatir di antaranya adalah
1.    Asy-Syaukani dalam kitabnya, Fath al-Mughits
2.    Muhammad ibn Ahmad as-Safawini dalam Syarh al-Aqidah
3.    Abul Hasan al-Abari dalam Manaqib asy-Syafi’i
4.    Ibnu Taimiyah dalam Fatawa
5.    Suyuthi dalam al-Hawi
6.    Idris al-‘Araqi dalam kitabnya tentang al-Mahdi
7.    Muhammad Ja’far Kanani dalam Nazm at-Tanatsur
Dengan penjelasan di atas, jelas bahwa bumi akan diwariskannya pada seorang laki-laki saleh dari keluarga Muhammad saw, yakni Imam Al-Mahdi ‘as beserta pengikutnya. Tidak diragukan lagi Beliau akan muncul dan bangkit di akhir zaman dan bersama para pengikutnya akan menegakkan tatanan dunia yang sempurna dan Ilahiah.
Bukti (12): al-Mahdi ‘as. dalam al-Qur’an
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka…”
(QS 24 (AN-NUR): 55)
Almarhum Thabarsi mengatakan tentang ayat ini; bahwa diriwayatkan dari keluarga Nabi saw. (Ahlulbait) bahwa, “Ayat ini adalah tentang al-Mahdi, yang berasal dari keluarga Nabi saw.” [6]
Dalam Ruhul Ma’ani dan banyak kitab tafsir lainnya, mengenai ayat ini, diriwayatkan dari Imam Sajjad yang mengatakan, “Demi Allah, mereka adalah Syiah (pengikut) kami (Ahlulbait). Allah swt. Melakukan hal ini untuk mereka melalui tangan seorang laki-laki yang berasal dari kami, dan dia adalah al-Mahdi (yang terbimbing) umat ini. Dia akan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi penindasan dan tirani. Ia adalah orang yang dikatakan Nabi saw, ‘Seandainya umur dunia ini hanya tinggal satu hari saja….’”
Masih banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan kehadiran Al-Mahdi ‘as di akhir zaman. Di antaranya adalah: QS 9:32-33, QS 61: 9, QS 21:105 , QS 81:15-16, QS 67:30, dll.

Bukti (13) : Tentang Penantian (Intizhar)
Penantian kemunculan Imam Al-Mahdi (‘as.) bukanlah kondisi pasif, namun adalah kondisi siaga penuh. Pertama, membangun diri setiap individu. Sebelum perubahan besar yang akan dibawa oleh Imam Al-Mahdi (‘as.) , setiap orang perlu menyiapkan diri agar mampu memikul beban berat revolusi manusia menuju puncak kesempurnaannya. Ini memerlukan peningkatan pemikiran, spiritual dan intelektual yang diturunkan dari masa-ke masa; dan berkembang maju terus. Kedua, membangun masyarakat. Di samping membenahi diri sendiri, penanti Imam Al-Mahdi (‘as.) juga berupaya memperbaiki masyarakat. Hal ini adalah karena misi agung ini bukanlah agenda perseorangan, namun adalah agenda masyarakat. Ketiga, tidak pernah menyerah dalam melawan kezaliman. Dalam lingkungan sezalim apa pun, para penanti Al-Mahdi (‘as.) selalu yakin bahwa apa pun yang terjadi, kebenaran dan keadilan pasti akan terwujud di dunia ini. Oleh karena itu, penanti Al-Mahdi (‘as.) yang setia selalu menentang kezaliman , dan tidak pernah berputus asa dalam mempersiapkan semua faktor yang membantu terwujudnya misi Al-Mahdi (‘as.).
Dalam berbagai riwayat demikian tinggi derajat orang-orang yang menantikan kedatangan Imam Al-Mahdi (‘as.)
1)    Seseorang bertanya kepada Imam Ash-Shadiq as. Perihal seseorang yang berimam pada imamah para Imam dan menantikan munculnya pemerintahan hak, sedangkan ia akan meninggal. Imam Ash-Shadiq ‘as. Dalam menjawab pertanyaan ini berkata, “Ia ibarat orang yang menyertai pemimpin revolusi dalam kemah, dan setelah itu jeda beberapa waktu.” Beliau melanjutkan, “Ibarat orang yang bertempur di sisi Rasulullah saw.” Kandungan riwayat seperti ini banyak jumlahnya dengan redaksi yang berbeda-beda.
2)    Sebagian hadis lain menyatakan, “Ibarat pejuang yang mengayunkan pedang di jalan Allah.”
3)    Di dalam riwayat yang lain disebutkan, “Seperti orang yang beserta Rasulullah saw. dengan pedang yang menebas kepala musuh.”
4)    Dalam riwayat yang lain, “Ibarat orang yang berada di bawah panji Al-Qa’im.”
5)    Dalam riwayat lain, “Ibarat orang yang berjihad di hadapan Rasulullah saw.”
6)    Dalam riwayat lain, “Sebagaimana orang yang syahid bersama Rasulullah saw.”
7)    Ada berbagai hadis yang menegaskan bahwa penantian akan pemerintahan seperti ini adalah ibadah yang paling tinggi. Muatan riwayat ini berasal dari Nabi saw. dan Amirul Mukminin ‘as. . Nabi saw. bersabda, “Sebaik-baik ibadah adalah menantikan faraj (keluasan dan kebebasan) “  Dalam hadis lain, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik amal umatku adalah menantikan faraj (keluasan dan kebebasan) yang berasal dari sisi Tuhan.”[8]


Bukti (14) : Siapakah Al-Mahdi ‘as ?
Apakah Al-Mahdi ‘as. adalah figur misterius, yang tidak ditunjukkan dengan jelas oleh Allah dan RasulNya SAWW ? Ataukan ia telah ditunjukkan dengan jelas oleh Allah dan RasulNya SAWW ?
Adalah kurang masuk akal bahwa Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Asih terhadap makhluqNya, tidak memberikan petunjuk yang jelas , siapakah sebenarnya Al-Mahdi ‘as. Al-Mahdi ‘as. adalah figur kunci yang akan memenangkan misi seluruh para Nabi ‘as. , memenuhi keadilan ke seluruh penjuru dunia. Maka adalah layak bagiNya, Tuhan Yang Maha
Memberikan petunjuk, – al-Hadi -, memberikan petunjukNya pada ummat manusia siapakah Al-Mahdi ‘as. itu.
Kajian hadits menunjukkan bahwa , Ia, melalui lisan suci RasulNya , – Muhammad SAWW-, telah menunjukkan dengan jelas siapakah Al-Mahdi ‘as. itu.
“Al-Mahdi dari keturunanku, dari anak-anak Fathimah” [9]
“Dari Abdul Malik, ‘aku mendengar Jabir ibn Samurah berkata, ‘aku mendengar Nabi saw. berkata, akan ada dua belas pemimpin (amir), kemudian beliau berkata kalimat yang tidak kudengar, ayahku berkata bahwa beliau berkata, ‘semuanya dari Quraisy’’”
“Aku penghulu para nabi dan ‘Ali adalah penghulu para washiy. Sesungguhnya washiy-washiyku setelahku ada dua belas. Yang pertama dari mereka adalah ‘Ali dan yang terakhir adalah al-Qaim al-Mahdi.”
Dalam kitab Yanabi’ al-Mawaddah, diriwayatkan ketika menjelaskan tentang QS 85 (AL-BURUJ):1
“Demi langit yang mempunyai gugusan bintang”,
Rasulullah saw. bersabda:
“Aku adalah langit. Dan adapun gugusan bintang, maka mereka adalah imam-imam dari Ahli Baitku dan Itrahku. Yang pertama dari mereka adalah ‘Ali dan yang terakhir adalah Al-Mahdi, dan mereka (berjumlah) dua belas” [12]
“Imam al-Baqir: Rasulullah saw. bersabda: diantara anak-anakku ada dua belas pionir (pemimpin) yang merupakan nujaba’, muhaddats, dan mufahham. Yang terakhir dari mereka adalah Qa’im yang benar yang akan menyebarkan keadilan di seluruh dunia setelah dunia dipenuhi penindasan.”
“Jabir ibn Yazid al-Ju’f?: Jabir ibn ‘‘Abdullah al-Anshari: ketika Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan kepada Nabi saw. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu Aku berkata: “Wahai Rasulullah, kami sudah tahu Allah dan Rasulnya. Maka siapakah ulil amri yang taat kepadanya diletakkan di samping taat kepadamu?” Rasulullah saw. berkata: “Mereka penggantiku wahai Jabir, dan pemimpin (imam-imam Kaum) Muslimin setelahku. Yang pertama dari mereka adalah ‘Ali ibn Abi Thalib, kemudian Hasan dan Husain, kemudian ‘Ali ibn Husain, kemudian Muhammad ibn ‘Ali yang dikenal dalam Taurat sebagai al-Baqir, Wahai Jabir! Kamu akan bertemu dengannya. Maka kapanpun kamu bertemu dengannya maka sampaikanlah salam dariku kepadanya.
Kemudian ash-Shadiq Ja’far ibn Muhammad, kemudian Musa ibn Ja’far, kemudian ‘Ali ibn Musa, kemudian Muhammad ibn ‘Ali, kemudian ‘Ali ibn Muhammad, kemudian Hasan ibn ‘Ali, kemudian yang bernama sama dengan aku, hujjah Allah di bumi dan yang tersisa dari hamba-hambaNya (baqiyyatuhu), adalah anak Hasan ibn ‘Ali. Dialah yang Allah bukakan timur dan barat untuknya. Yang akan disembunyikan (digaibkan) dari pengikutnya dan pecintanya dan pada waktu itu tidak ada orang yang tetap percaya Imamahnya kecuali orang-orang yang hatinya disucikan Allah untuk Iman.” [15]
Dari berbagai riwayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa, Al-Mahdi ‘as., yang akan memenuhi bumi dengan keadilan di akhir zaman adalah: Muhammad Ibn Hasan Ibn ‘Ali Ibn Muhammad Ibn ‘Ali Ibn Musa Ibn Ja’afar Ibn Muhammad Ibn ‘Ali Ibn Husain Ibn ‘Ali Ibn Abi Thalib, keturunan kesebelas Rasulullah SAWW melalui jalur Fathimah putri Rasulullah ‘as. Al-Mahdi ‘as saat ini sedang digaibkannya, dan akan muncul kembali pada saat yang dikehendakiNya untuk memimpin para pengikut kebenaran memenangkan keadilan ke segenap penjuru dunia.
Bagaimana tentang eksistensinya saat ini dalam kegaiban ? Apakah ini berarti para pengikut kebenaran akan kebingungan dalam vacum (kekosongan) kepemimpinan Ilahiah ? Terkait hal ini, Jabir bertanya kepada Rasulullah saw tentang manfaat eksistensi seorang Imam yang tersembunyi (gaib) dan cara untuk memperoleh manfaat dari eksistensinya selama kegaiban tersebut. Rasulullah saw dalam menjawab pertanyaan tersebut bersabda
“Ya, demi Yang Membangkitkanku dengan nubuwwah! Sungguh mereka mendapat manfaat darinya dan mendapat cahaya dari cahaya wil?yah-nya dalam kegaibannya seperti manusia mendapat manfaat dari matahari walaupun awan menutupinya.”[16]
Demikian, maka terpujilah Tuhan Yang telah menegakkan Keadilan dalam segala, dan akan memenangkan keadilan di dunia, dan menyempurnakannya di akhirat. Melalui seorang laki-laki ahlu bait Nabi SAWW, – Al Mahdi ‘s.-, Ia akan menangkan kebenaran dan para pengikut kebenaran menjadi pewaris dunia dan menegakkan keadilan di seluruh penjuru dunia. Segala Puji hanyalah bagiNya , – di awal segala yang awal dan di akhir segala yang akhir.
Wallahu a’lam bish shawab
* * *
Referensi:
  1. Nahjul Balaghah, khotbah ke-437
  2. Al-Mushannif, jilid 11, hal. 371
  3. Musnad Ahmad, hadits no. 11238, http://lidwa.com
  4. Musnad Ahmad, hadits no. 10887,http:// lidwa.com
  5. Musnad Ahmad, hadits no. 10706, lidwa.com
  6. Tafsir Majma’ul Bay?n, mengikuti ayat di atas.
  7. Al-Kafi, sesuai dengan nukilan dari Bihar al-Anwar, jilid 13, hal. 136
  8. Al-Kafi, sesuai dengan nukilan dari Bihar al-Anwar, jilid 13, hal. 137
  9. Sunan Abi Daud, Kitab al-Mahdi, Bab ma ja’a fi al-mahdi, hadits no. 4284 – Sayyid Muhammad al-Lahham, Dar al-Fikri, Kitab al-Mahdi, Bab ma ja’a fi al-mahdi
  10. Shahih Bukhari, Juz 8, pp. 127 ; Sunan at-Tirmidzi, hadits no. 2323 dengan redaksi yang mirip dan sanad yang berbeda, namun dari Jabir juga. Dalam Shahih Muslim, Beirut, Juz 6, pp. 3-4, ada enam hadits dengan makna yang sama namun redaksi sedikit berbeda; 5 diantaranya menggunakan kata khalifah sebagai ganti dari amir dan yang satu menggunakan kata rajulan. Disebutkan juga dalam al-Mustadrak al-Hakim, Beirut, pp. 217 dan 218.
  11. Sulaiman ibn Ibrahim al-Qunduzi al-Hanafi, Yan?bi’ al-Mawaddah, juz 2, pp. 316; bisa dicek juga pada:
    • Shahih Muslim, juz 2, pp. 191, Mesir
    • Sunan Abi Daud, juz 2, pp. 207, Mesir
    • Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz 5, pp. 106, Mesir
    • Mustadrak al-Hakim, juz 2, pp. 618, Hiderabad
    • Tafsir al-Wusul ‘ala Jami’ al-Usul, juz 2, pp. 34, Mesir
    • Tarikh al-Baghdad, juz 14, pp. 353
  12. Sulaiman ibn Ibrahim al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi’ al-Mawaddah, juz 3, pp. 254;
  13. Al-Kafi:1/534/18. Rujuk kepada Muhammadi Rayshahri, The Image of the Holy Prophet’s Household (ahl al-Bayt) In The Qur’an and Had?th, Dar al-Hadith, Qum, 2002, pp. 61
  14. QS 4(AN-NISA’):59
  15. Kamal al-din:253/3, : 1/282, Ta’wil al-Ayah al-Dzahirah:141; Diriwayatkan juga dalam Yanabi’ al-Mawaddah karya Sulaiman ibn Ibrahim al-Qunduz? al-Hanafi, 1416 H, juz 3, pp. 398
  16. Biharul Anwar, jilid 36, hal. 250 dan jilid 52 hal. 93
http://filsafatislam.net/?p=816#more-816

Tidak ada komentar:

Posting Komentar